Dekonstruksi Sumpah Pemuda


Dekonstruksi Sumpah Pemuda
Buang ikrar yang usang, berpegang-teguhlah kepada ikrar hakiki
Oleh, Imaduddin Al-Faruq
Kadiv. Kajian Strategis Gema Pembebasan Bandung Raya

Sebuah sumpah yang diikrarkan tentunya tidak sekedar mengikrarkan rentetan kalimat semata. Akan tetapi kalimat-kalimat diikrarkan dengan suara yang lantang, dengan hati yang penuh keyakinan, dan semangat yang membara adalah sebuah sumpah yang ditekadkan agar mampu mengikat dan menyatukan seluruh pemuda Indonesia untuk melawan para penjajah fisik rakyat Indonesia, seperti itulah sumpah pemuda, sumpah yang dikenal keramat,.
Sumpah Pemuda, berakar ashobiyah, berpayung demokrasi
Dengan menilik kembali sejarah, kita akan temukan bahwa semangat yang menjadi inspirasi terangkumnya rentetan kata-kata ikrar yang disebut-sebut sebagai Sumpah Pemuda adalah Persatuan Nasional. Nasionalisme menjadi kekuatan yang dicontek oleh pemuda nasionalis negeri ini dari perlawanan kemerdekaan nasional negeri-negeri di belahan dunia lain. Nafas nasionalisme di negeri ini kala itu belum mampu diresapi semerbak oleh masyarakat, kondisi yang ada justru memperlihatkan krisis persatuan dan kesatuan nasional (indonesia sebelum merdeka). Maka dengan komitmen untuk membangun semangat dan nafas nasionalisme maka diadakanlah Kongres Pemuda kedua yang bertujuan untuk membangun persatuan dan kesatuan para pemuda Indonesia. Persatuan sangat dibutuhkan sebagai senjata pamungkas melawan kolonial penjajah. Dan haruslah berawal dari pemuda, karena pemuda lah yang memiliki peran yang penting sebagai benteng pelawanan dan pertahanan dalam mengusir segala serangan dan ancaman yang mengusik ketentraman negeri.
Kongres Pemuda kedua tersebut dilaksanakan dengan rapat-rapat dan pidato-pidato intelektual yang pada intinya menekankan bahwa Nasionalisme yang berpayung Demokrasi, sangat penting untuk menanamkan rasa persatuan para pemuda tanpa memperdulikan suku, agama, ras, dan bahasa. Adapun rangkuman dari hasil rapat-rapat tersebut yaitu lahirnya sebuah sumpah ‘sakral’ yakni yang dikenal dengan Istilah Sumpah Pemuda, Sumpah yang diikrarkan oleh puluhan pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928, dengan pembukaan senandung lagu Indonesia raya.
Sumpah Pemuda, Sumpah usang yang tidak punya daya kekuatan hakiki
Hingga abad ke-21 seperti sekarang ini, Sumpah Pemuda terus saja diikrarkan di setiap tanggal 28 Oktober sebagai salah satu hari nasional untuk menperingati hari Sumpah Pemuda. Sumpah yang diharapkan mampu membangkitkan dan menggerakan komponen bangsa untuk bangkit dan bergerak membangun bangsa, irama kalimat yang menyerukan untuk bertanah, berbangsa, dan berbahasa satu yaitu Indonesia. Sumpah yang diikrarkan sebagai wujud dari rasa nasionalisme Indonesia.
Secara faktual, akan kita dapati bahwa penjajahan fisik di negeri saat ini memang sudah tidak ada. Namun, penjajahan tidaklah semata persolan fisik saja, Indonesia saat ini dijajah secara modern dengan penjajahan pemikiran, ekonomi, politik dan budaya. dari segi pemikiran, serangan masif dilancarkan dari ufuk barat hingga mampu membodohi masyarakat, Kemerdekaan semu dianggap sebagai prestasi menganggumkan, kebohongan demokrasi dipandang sebagai solusi. Disisi lain, serangan budaya yang dikemas secara spesial untuk para pemuda melalui fashion, food, dan fun menjadi mesin yang melumpuhkan daya kritis dan kekuatan pemuda, menjadi mandul secara gerak dan ide, benteng Agen of Change negeri menjadi retorika cantik yang tak jelas juntrungannya.
Persatuan dengan nafas nasionalisme pun teraktualisasi dengan membeli produk lokal, ikut berpartisipasi dalam event-event olahraga sebagai sporter yang antusias bersorak ketika timnas berhasil mengalahkan tim lawan, ataukah marah atau sekedar mencaci tim lawan ketika timnas dikalahkan. Itulah cinta mereka, itulah nasionalisme yang menjadi sandarang pengikat gerak, pikiran dan rasa mereka. Ketika sebuah tarian milik Indonesia diakui oleh negeri lain, saat itulah nasionalisme muncul. Ketika beberapa petak tanah milik Indonesia diakui sebagai milik negeri lain, disitulah mereka tampil dengan semangat juang 4005.
Description: liwaa.jpg
Sumpah Pemuda Bukan Sumpah Suci, justru dibangun dari ikatan yang menjijikan.
Sumpah Pemuda yang diikrarkan dengan penuha semangat, dengan upaya untuk menanamkan nasionalisme sebagai wujud persatuan dan cinta tanah air ternyata bukanlah sesuatu yang sakral dan suci hingga perayaan dan pemaknaannya menjadi hidmat. Justru asas diikrarkannya sumpah ini adalah ikatan lemah yang menjijikan. Ikatan yang hanya  mengikat manusia secara temporal, ikatan yang memutus ikatan langgeng untuk seluruh manusia, ikatan yang senantiasa menimbulkan kekisruhan karena ego kekuasaan.
Selain itu, faham nasionalisme merupakan racun imperialis kufur barat untuk membuat sekat-sekat perbedaan dan dinding diantara umat Islam. Faham yang berhasil menghancurkan negara kaum muslim (khilafah). Bahkan manusia terbaik sepanjang masa Rasulullah Muhammad SAW, telah memperingatkan kepada kita, “siapa saja yang berperang di bawah panji kesesatan, dendam karena Ashobiyah, mengajak kepada ashobiyah, menolong karena ashobiyah, kemudian dia terbunuh, maka matinya adalah mati jahiliyah” (HR. Muslim).
Dangkal jika kita menggunakan nasionalisme dan demokrasi sebagai senjata ampuh untuk melawan serangan softpower kaum penjajah saat ini, apalagi berharap akan bangkit. Justru mengambil nasionalisme dan demokrasi adalah pembnaan bagi masyarakat, dan penghancuran bagi persatuan hakiki umat. kondisi memiriskan dari segala sisi mata melihat (ekonomi, pendidikan, politik, dsb) pun justru akibat ketidakbecusan nasionalisme dan demokrasi. Nasionalisme yang diagung-agungkan membuat kita tak mampu berbuat untuk saudara-saudara kita yang berada di tanah, wilayah, negeri, dan benua yang berbeda. Nasionalisme membuat kita tersekat oleh batas wilayah yang membatasi, nasionalisme membuat kita menjadi manusia yang indvidualis, acuk tak acuh, dan tak perduli dengan penderitaan saudara-saudara se-Aqidah kita. Nasionalisme bukanlah ikatan yang sejatinya mengikat, tak mampu membuat persatuan yang sejatinya menyatukan. Nasionalisme hakikatnya adalah ikatan yang membuat kita tersekat dan bercerai-berai.
Buktinya, bisa kita rasakan bersama. Dengan nasionalisme yang dijunjung tinggi saat ini, takkan kita temukan adanya negeri yang turut berduka ketika negeri lain ada yang berduka. Kita tidak akan menemukan pemimpin yang menyerukan militernya untuk turut menyerang para pembantai dan penjajah biadab ketika negeri-negeri di luar sana kehabisan suara berteriak minta tolong akibat kekejaman para penjajah yang haus akan darah mereka. Tidak akan kita temukan, adanya persatuan antar negeri dalam menjunjung tinggi perdamaian. Meskipun negeri-negeri bersembunyi di dalam rengkuhan HAM yang berlabelkan perdamaian, tapi semuanya nihil. Tak ada satupun negara yang bertindak menjunjung tinggi perdamaian tersebut.
 Berpeganglah kepada Sumpah Suci Aqidah, Ikatan shohih nan kokoh
Meresapi permasahan negeri yang tak kunjung usai dan serangan pemikiran yang begitu ampuh melumpuhkan kekuatan para pemuda~yang di genggamannya lah baik atau buruknya masa depan negeri ini~, sungguh Sumpah Pemuda adalah kalimat-kalimat persatuan yang semu. Sumpah pemuda tidak mampu menyelesaikan segala problem yang begitu kompleks dan mendunia saat ini ataupun sekedar untuk menahan gencarnya penjajah global Kapitalisme. Sumpah Pemuda yang backgroundnya adalah nasionalisme dan demokrasi tak layak diikrarkan terus-menerus oleh pemuda jika hanya membuat kita tersekat, tak mampu berbuat lebih selain do’a ketika saudara kita di negeri lain yang menjerit meminta tolong atas pembantaian biadap yang bertubi-tubi. Sumpah Pemuda dengan ikatan nasionalismenya bukanlah senjata ampuh untuk menyatukan kaum muda. Oleh karenanya, kita membutuhkan sumpah yang tak sekedar sumpah semata. Tak sekadar untaian kalimat yang diikrarkan untuk menyatukan kita karena hidup dalam satu negeri saja. Tapi kita membutuhkan sebuah ikrar yang mampu menyatukan kita dalam sebuah ikatan yang sejatinya benar-benar mengikat, Ikatan yang mampu membawa kita kepada kebangkitan, mengokohkan kita untuk melawan kedustaan Kapitalisme kufur, Ikatan yang memiliki ruh yang tak pernah padam.



Description: liwaa.jpg

Bukan karena berbeda suku, bahasa, atau tempat saja tapi kita terikat karena Aqidah yang kita peluk. Aqidah yang tertanam kuat dan mendarah daging dalam diri kita. Aqidah yang membuat kita memiliki tujuan hidup yang sama karena kita berasal dari Dzat yang satu. Ini bukan sumpah setia karena cinta kita terhadap tanah, bahasa, bangsa, dan segala hal yang ada di dunia ini. Tapi ini adalah kesaksian kita kepada Dzat yang yang menciptakan dunia beserta seluruh isinya dan termasuk diri kita. Kecintaan atas ketundukan kita kepada-Nya
“Laa ilaaha illallah, Muhammad Rasulullah”
“Tidak ada Tuhan selain Allah, Muhammad rasul Allah”
Untaian indah kalimat yang menyimpan makna mendalam, ikrar suci yang harus diucapkan oleh pemeluk Dien suci ini, Dien yang disempurnakan oleh Sang Pencipta untuk seluruh manusia beserta alam. Ikrar yang tidak hanya diucapkan sekali setahun, atau di moment-moment tertentu saja, tapi ketika ikrar ini diucapkan dan tertanam kuat di hati setiap manusia maka takkan ada lagi namanya sumpah pemuda, demokrasi, nasionalisme, kapitaliseme, dan isme-isme peninpuan lainnya, karena Islam adalah agama sekaligus ideologi yang sempurna, yang tak membutuhkan paham-paham lainnya lagi. Takkan ada lagi sekat-sekat karena batasan wilayah, yang ada persatuan ummat di seluruh pelosok negeri karena satu ikatan yang menguatkan. Ikatan yang mengeratkan kita menuju satu negara yang membawa kebaikan bagi seluruh alam. Hingga yang ada hanya, seruan penegakan ideologi Islam saja!.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Solusi buat connectify loe yang sering disconnect sendiri!

Film "Kembang Polaria" Film asli Selakau-Sambas

Pendidikan sekuler pangkal rusaknya generasi muda