Kebijakan menghapus Premium dan Pertalite, ramah lingkungan atau ramah pemilik modal?


 

Pemerintah Indonesia berencana untuk menghapus bahan bakar premium dan pertalite secara bertahap, hal ini ditegaskan dalam rangka ramah lingkungan bahkan diklaim mampu mengurangi emis karbon dioksida (CO2) hingga 27%. Hal ini menimbulkan polemik di tengah-masyarakat terutama bagi kelas menengah ke bawah sebagai mayoritas pengguna bahan bakar ini untuk kendaraan pribadi seperti sepeda motor. Penggunaan sepeda motor sebagai alat transportasi masih menjadi pilihan utama di Indonesia. Data pada tahun 2019 menyebutkan jumlah sepeda motor di Indonesia mencapai lebih dari 112 juta unit. Hal ini semakin meningkat mengingat penjualan sepeda motor juga meningkat sebesar 56,8% pada tahun 2021 dilansir dari data asosiasi industry sepeda motor Indonesia. Mengingat buruknya fasilitas transportasi umum di Indonesia khususnya di luar pulau jawa dan buruknya kualitas jalan raya tidak aneh sepeda motor menjadi pilihan utama masyarakat.

Lalu apakah menghapuskan premium dan pertalite akan mengurangi emisi karbon ? jawabnya tentu saja tidak. Mengurangi emisi karbon bukanlah sebuah pekerjaan sederhana. Banyak kesalahan persepsi pada masyarakat umum yang memahami semakin mahal bahan bakar (nilai oktan tinggi) akan semakin bagus. Padahal bahan bakar internal combustion engine (ICE) itu sudah di desain menggunakan bahan bakar tertentu sesuai dengan saran pabrik.

Semakin tinggi nilai oktan bahan bakar artinya semakin susah bahan bakar itu terbakar di ruang bakar, sehingga memerlukan tekanan tinggi agar bisa terbakar sempurna. Oleh karenanya bahan bakar dengan RON tinggi (90 ke atas) biasanya digunakan pada mesin dengan kompresi tinggi. Lantas apa yang terjadi jika kendaraan berkompresi rendah menggunakan bahan bakar dengan RON 92 semisal pertamax?, maka proses pembakaran tidak akan berjalan sempurna. Bahan bakar dengan RON 92 tadi memerlukan mesin dengan kompresi sesuai (10:1) agar bisa terbakar sempurna. Alhasil bukan malah menaikkan tenaga dan ramah lingkungan, mesin malah tidak berjalan optimal, tenaga bisa menurun dan menghasilkan lebih banyak polusi udara. Padahal pada hakikatnya mesin internal combustion engine ini memang tidak efesien sejak awal. Rata-rata efesiensi mesin ICE hanya sekitar 20%. Oleh karenanya untuk mengurangi emisi karbon tidak tepat yang menyandarkan pada penghapusan bahan bakar pertalite dan premium, padahal Sebagian kendaraan masyarakat menengah ke bawah hanya memerlukan bahan bakar premium dan pertalite untuk beroperasi optimal. Pertamax dan kelas di atasnya biasanya ada pada kendaraan kelas high performance dengan kompresi di atas 10:1.

Oleh karena itu, penghapusan bahan bakar premium dan pertalite terkesan hanya retorika belaka. Karena sejatinya hampir 80% kebutuhan energi negeri ini masih dipenuhi dari bahan bakar fosil. Rencana kebijakan di sektor hilir ini tidak akan memberikan dampak apapun selama peta energi Indonesia masih seputar energi fosil. Investasi di sektor hulu energi terbarukan juga terkesan stagnan, sehingga energi terbarukan yang sejatinya harus dikembangkan dan diterapkan untuk mengurangi emisi karbon dioksida tidak dilakukan. Tak heran pengembangan sektor energi terbarukan pun sangat lambat, kalau pun ada hanya dilakukan Sebagian kecil kalangan individu atau komunitas secara terbatas.

Sistem ekonomi yang kapitalistik dan sistem politik sekuler demokrasi semakin memperparah situasi ini, banyaknya intervensi asing, baik dalam kebijakan dalam dan luar negeri dan asas ekonomi yang materialistis membuat pengembangan energi terbarukan semakin jauh panggang dari api.  Akhirnya penghapusan bbm jenis premium dan pertalite untuk mengurangi emisi hanyalah isapan jempol belaka.

Lalu bagaimana pemenuhan kebutuhan energi dan pengendalian emisi dalam system islam?, di dalam negara yang menerapkan Islam secara paripurna, sumber daya alam termasuk di dalamnya bahan bakar fosil adalah hak milik umum yang dikelola oleh negara yang kemudian hasilnya dikembalikan manfaatnya untuk masyarakat banyak. Pengelolaan sumber daya alam ini pun asasnya bukan keuntungan, namun untuk pemenuhan energi dalam negeri yang menjadi hal utama, sehingga eksploitasi hanya dilakukan seperlunya saja dan tentu saja memikirkan dampak yang timbul terhadap lingkungan. Energi terbarukan juga dikembangkan oleh negara, dengan kebijakan yang tegas dan tepat karena negara Islam tidak boleh ada intervensi negara asing dalam kebijakan dalam dan luar negeri. Semua itu bisa dilakukan jika Islam diterapkan secara total dalam bernegara.

 

Referensi: Does Premium (High Octane) Gasoline Pollute Less Than Regular Gas? | Sierra Club

Should you Purchase Premium Fuel? (betsautos.co.uk)

Is high-octane gas bad for the environment? (slate.com)

High Octane and CO2 reduction - SUSTAINABLEFUELS.EU

​How higher-octane gas could cut emissions and save billions of dollars - CBS News

iNews - Postingan | Facebook

Pemerintah Akan Hapus Premium dan Pertalite, Berikut Ini Tahapannya Halaman all - Kompas.com

Pengguna Sepeda Motor Indonesia Nomor 3 Terbanyak di Dunia, Ini Dampak Negatifnya - Ekonomi Bisnis.com

Hasil Sensus BPS: Jumlah Kendaraan Bermotor di Indonesia Tembus 133 Juta Unit – GAIKINDO

Badan Pusat Statistik (bps.go.id)

Bahan Bakar Ideal Motor Honda Sesuai Rasio Kompresi Mesin | Nusantara Sakti (nusantara-sakti.com)

Tren Investasi Sektor Energi Terbarukan di Indonesia Masih Lambat - Ekonomi Bisnis.com

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Solusi buat connectify loe yang sering disconnect sendiri!

Film "Kembang Polaria" Film asli Selakau-Sambas

Pendidikan sekuler pangkal rusaknya generasi muda